Puasa hampir kelar, tentu bagi penikmat bulan Romadlon dan “maniak pahala†sangat menggannggu. Bagaimana tidak, yang biasanya bisa beribadah sunnah dengan pahala wajib plus “bonus†sekarang kesempatan itu sudah lewat.
Tapi jangan kawatir, sehabis bulan Romadlon bagi kaum Muslimin bisa panen pahala lagi dengan puasa selama enam hari pada bulan syawal yang pahalanya juga bejibun.
Tapi bagaimana dengan kaum wanita yang ketika Ramadlan tidak puasa karena haid (maklum, dalam setiap bulan wanita mengalami siklus bulanan dimana dalam masa tersebut dia tidak boleh puasa dkk. Dan wajib diqodlo/bayar pada bulan yang lain.) yang berarti masih punya tanggungan / qodlo / hutang (puasa)? Padahal ingin dapat pahala menjalani puasa syawal.
Jangan kawatir ada solusi bagi yang ingin melakukanya (puasa enam hari pada syawal) padahal dia punya tanggungan (qodlo/nyaur/membayar) puasa Romadlon. Begini, ada tiga pendapat ulama’ yang bisa dianut ;
1. menurut Ibnu Hajar : “agar dapat pahala kesunatan puasa enam hari, maka selain niat qodlo/nyaur puasa romadlon juga harus niat puasa sunnat syawal”.
2. Arromli mengatakan :”secara mutlak dapat pahala puasa syawal. walaupun hanya niat puasa qodlo romadlon saja (tanpa niat puasa sunnat)”
3. Sedang Abu Makhromah (ikut pendapat Assamhudi) mengatakan :”Bagi orang yang punya hutang puasa romadlon, secara mutlak tidak boleh melakukan puasa sunnat syawal enam hari”. jadi cuma membayar/qodlo puasa romadlon saja. Jadi terserah mau pilih yang mana.kalau ingin puasa padahal kita punya tanggungan puasa bisa mengikuti pendapat pertama atau kedua.
Untuk pelaksanaan atau waktu dari puasa sunat enam hari pada bulan syawal tidak harus langsung setelah sholat Ied (hari ke dua sampai ke tujuh). dan tidak harus terus menerus/sambung antara puasa pertama sampai ke enam dalam satu minggu. jadi boleh “lompat-lompat”. satu hari puasa besok tidak. asalkan masih dalam bulan syawal dan genap enam hari maka masih mendapatkan kesunatannya.
*sumber :
– kitab Bughyatul Musytarsyidin. hal : 113-114. Cetakan Darul Fikri
– kitab ‘Ianatut Tholibin bab Puasa Sunnah (halamannya lupa 🙂 )
Habib Umar bin Hafidz : hindari cacian
Tausiyah Habib Umar bin Hafidz di Sumedang hari ini pada intinya beliau tidak ikut dalam dukung mendukung Pemilu di Indonesia. Beliau berpesan kepada Para Pendakwah dan Para Ulama yang hadir untuk menghindari cacian, hinaan, dan prasangka buruk karena hal itu justru...
Semangat!
Salam kenal dari http://pcmavrc.wordpress.com
ih..nih mah..kurang setuju puasa qadha di gabung dgn puasa syawal pahalanya.pwndapat yang sahih itu sebaiknya.bayar puasa qadha dulu tuk melengkapi keputusnya puasa ramadhan karena sesuatu lain hal misalnya karena haid dll.karena puasa bulan romadlon nilainya itu 10 bulan.dan jika kita puasa syawal nilainya 2 bulan jika di hitung menjadi 12 bulan atau setara setahun.kalo nilai bayar utang sama puasa syawal sama pahalanya perhitungannya bagaimana?…ribet donggg…jika di lihat dari kedudukannya puasa syawal itu untuk menyempurnakan puasa romadlon agar puasa kita menjadi setahun.
kalo kata sy sih boleh2 aja…
karena Allah tidak pernah mempersulit umatnya dalam beribadah…bahkan Allah memberikan banyak kemudahan !! jd jgn khawatir pahala gak diterima…. SEMUA CUMA ALLAH YG TAHU KAWAN !!
wah bagus bgt dah…thanks ya.
kalau menurut saya itu mah mengada2kan sesuatu yang ga ada anjurannya.
lihat surat Al-Baqarah ayat 184 dikatakan :
” dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
lalu di surat Al-Baqarah ayat 185 dikatakan :
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
nah dari ayat itu saja udah jelas kalau puasa ramadhan harus diganti dihari berikutnya. dan di ayat itu tidak dikatakan kalau puasa sunah boleh digabung di puasa wajib yang hendak diganti.
seandainya itu pengantian puasa wajib bisa di gabung dengan puasa syawal berbarengan niatnya, tentu Allah pasti menuliskan itu dalam kitabnya. tapi Dia tidak menuliskannya maka berarti tidak ada anjurannya.
kalau memakai logika logikaan kalau puasa yang wajib boleh di gabung dengan yang sunah kalau gitu sholat waji juga bisa digabung dengan sholat sunah dong. jadi niatnya “sengaja saya sholat subuh dan sholat qobliah subuh 2 rokaat. ”
jadi hanya 2 rokaat kita udah dapat PAHALA WAJIB DAN SUNAH. kalau begitu boleh ga ???
kalau itu tidak boleh kenapa yang puasa itu boleh???
dan mengenai surat ini
Allah tidak pernah mempersulit umatnya.
tolong jangan mengambil ayat Al-qur’an itu setengah2 sebgai pembenaran perkataan kita. sebenarnya kalimat itu ada di S U R A T A L – M A A I D A H ayat 6 yaitu
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
jadi janganlah surat ini yang diambil hanya kalimat ini aja “Allah tidak hendak menyulitkan kamu”. sebagai pembenaran sesuatu yang tidak ada dalilnya.
oleh karena itu berhati2lah dalam menafsirkan Al-Qur’an di
S U R A T A L – I M R O N ayat 7, Allah menjelaskan
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
JADI KESIMPULANNYA :
kita boleh dengar pendapat dari beberapa ulama namun, kita jangan percaya dengan satu ulama aja. tapi juga dengar kan pendapat ulama yang lain. coba baca hadits bukhori muslim yang lebih banyak shahihnya. dia tidak pernah mengatakan hal itu. maka untuk mengetahui apakah yang ulama tersebut MENGATAKAN YANG benar atau YANG SALAH. kita harus memperbanyak referensi jangan sampai kita tersesat nantinya.
KARENA
S U R A T A L – A ‘ R A F AYAT 16 DIKATAKAN :
7:16. Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,
OLEH KARENA ITU BERHATI2 LAH kita dalam memberikan penjelasan jangan sampai menyesatkan orang karena di surat A L – A ‘ R A F ayat 38 diterangkan hukuman untuk orang yang menyesatkan orang lain serta orang yg mengikuti perkataan yang sesat dua2 nya di hukum yaitu bunyinya:
7:38. Allah berfirman: “Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: “Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka”. Allah berfirman: “Masing-masing mendapat (siksaan), yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui”.
terimakasih telah memberi koment, saya tidak mengomentari ayat alquran yang anda sebutkan, kenapa..? karena setahu saya untuk bisa menafsiri (artikan) alquran dibutuhkan disiplin ilmu yang sangat tinggi. mis, hapal alquran+tafsir, paham nasikh manshukh {naskhul quran bil bilquran, naskhus quran bil hadist dll), hapal asbabun nuzul, menguasai bahasa arab+ilmu alat (nahwu, shorof, balaghoh, mantiq dll), menguasai dan hapal haidst + sanadnya. dan masih banyak lagi syarat yang terus terang saya belum sampai kesitu. sebab kalau cuma bisa hapal huruf hijaiyah dan baca alquran terjemah ngomong tetang alquran, maka rusaklah agama.
karena saya belum hapal, dam kalau hapal hadistpun cuma satu dua dan itupun belum beserta sanadnya. jadi maaf saya tidak akan menanggapi tentang ayat alquran.
dan saya husnu dzon bahwa akhi/ukhti adalah seorang mufassir, yang hapal ribuan hadist+sanad, menguasai ilmu alat, bahasa arab dll.
ini jawaban saya :
dan
mana ayat yang saya kutip dalam artikel artikel di atas? dan lihat pembukaan komentar saya yang atas
siapa yang bilang begitu, kan diatas saya sebutin tiga pijakan pendapat Ulama. dan referensinya jelas. apa ulama versi akhi/ukhti belum masuk? silakan sebutin, gak papa kok. untuk tambah referensi.
maaf, koreksi. Apa gak keliru dengan istilah umat? kalo hubungan Tuhan dengan makhluq, maka untk makhluk disebut hamba. kalo pemimpin dan yang dipimpin, maka yang dipimpin disebut umat
terima kasih, sarannya
kalo semua penjelasan masuk alquran, tentu lucu… terus apa gunanya kitab tafsir dan hadist??? terus kenapa ada hadist “al Ulama’u warasatul Anbiya'”? terus ada kenapa kita disuruh tanya ahlu dzikri ketika menemui permasalahan?
wallahulmuwaffiq ila aqwamit-thariq,
wassalam